Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sudah Meninggal, Bolehkah Menceritakan Aibnya?


Assalamu'alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahim
Rasulullah SAW melarang umatnya untuk menyebar aib sesama,
"Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah SWT akan menutupi aibnya didunia dan diakherat." (H.R. Muslim)
Maka para ulama sepakat bahwa ghibah, menggosip atau membicarakan orang lain hukumnya Haram, bahkan jika orang yang dibicarakan itu sudah meninggal. Karena dengan demikian ia telah melakukan 2 dosa sekaligus, dosa menyakiti keluarganya yang masih hidup dan menambah berat siksaan bagi orang yang sudah meninggal dunia.
Itulah mengapa Rasulullah SAW justru menganjurkan kita untuk memujinya bukan mencela keburukannya.

Jika ada yang memuji orang yang meninggal dunia, misalnya memuji dengan ucapan "jenazah itu seorang alim" atau ucapan "beliau adalah seorang yang sangat berjasa pada islam" atau ucapan "beliau adalah seorang yang adil dan dermawan" dan berbagai pujian lain, maka hal itu menjadi tanda baik bagi orang yang meninggal dunia tersebut.

Mengapa demikian?
Annas Bin Malik R.A pernah menuturkan: Mereka lewat mengusung jenazah lalu mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Nabi SAW bersabda: "Wajib" kemudian mereka lewat dengan mengusung jenazah yang lain, lalu mereka membicarakan kejelekannya maka Nabi SAW bersabda: "Wajib". Lantas Umar Bin Khattab lantas bertanya: "Apakah yang wajib itu?" Nabi SAW bersabda: "Yang kalian puji kebaikannya, maka wajib baginya surga. Dan yang kalian sebutkan kejelekannya, wajib baginya neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah dimuka bumi." (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena itulah Abul Aswad pernah pula menuturkan: "Aku datang di madinah, lalu duduk menghampiri Umar bin Al-Khattab, kemudian lewatlah jenazah kepada mereka lalu jenazah tersebut dipuji kebaikannya." Maka Umar berkata: "Wajib." Kemudian lewat lagi yang lain maka ia dipuji kebaikannya. Maka Umar berkata: "Wajib." Lalu lewatlah yang ketiga lalu maka disebutkan kejelekannya. Kemudian Umar berkata: "Wajib." Akupun bertanya: "Apakah yang wajib wahai amirul mukminin?" Umar menjawab: "Aku mengatakan seperti yang dikatakan oleh Nabi SAW."
"Muslim mana saja yang disaksikan kebaikannya atau dipuji kebaikannya oleh 4 orang, Allah pasti memasukannya ke surga." Lalu berkata: "bagaimana kalau 3 orang?" Beliau menjawab: "Dan 3 orang juga sama" Lalu kami berkata: "bagaimana kalau dua orang?" Beliau menjawab: "Dan 2 orang juga sama." Kemudian kami tidak bertanya kepada beliau tentang 1 orang.

Lalu apakah ketetapan ini berlaku bagi siapa saja yang memujinya? Atau hanya orang-orang tertentu saja? Jika memujinya, maka demikian adanya

Imam Nawawi Rahimahullah menjelaskan bahwa: pujian yang dimaksud adalah ahlul fadhel atau kalangan orang saleh yang punya keutamaan. Pujian mereka pasti sesuai dengan kenyataan yang ada dari orang yang meninggal dunia. sehingga dinyatakan dalam hadits, dialah yang dijamin masuk surga.

Hadits tersebut juga bisa dipahami bahwa pujian tersebut bersifat umum. Artinya, setiap muslim yang mati, Allah memberi ilham pada orang-orang dan mayoritasnya untuk memberikan pujian padanya.

Itu tanda ia adalah penduduk surga, baik pujian tersebut benar ada padanya ataupun tidak. Jika memang tidak ada padanya tidak dipastikan mendapatkan hukuman. Namun ia berada dibawah kehendak Allah. Jadi jika Allah mengilhamkan pada orang-orang untuk memuji kebaikannya, maka itu adalah tanda bahwa Allah menghendaki padanya mendapatkan ampunan. Itu sudah menunjukkan faedah dari memuji sang jenazah.

Kalau dalam hadits disebutkan 4 orang yang memuji kebaikannya, bagaimana yang menjadi saksi memuji kebaikannya adalah ribuan orang? Bahkan disini adalah orang-orang shaleh dan orang berilmu yang memberikan sanjungan?

Wallahu'alam
Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Post a Comment for "Sudah Meninggal, Bolehkah Menceritakan Aibnya?"